Tokohseniman kontemporer Rusia yang paling ironis menciptakan proyek besar pertamanya di akhir 1970-an, termasuk kelompok seni Mukhomory, yang dikenal dengan pertunjukan parodinya. Para seniman mengolok-olok kesedihan metafisik para ayah dari "avant-garde kedua", berusaha untuk menjadi tidak seperti mereka.
3 Tujuan Komersial. Tujuan lain diadakannya pameran karya seni rupa adalah untuk tujuan komersial. Pada tujuan ini pameran karya seni rupa digunakan untuk mendapatkan keuntungan bagi seniman dan penyelenggaran pameran karya seni rupa. Dapat disimpulkan bahwa pameran yang menampilkan karya seni dari beberapa seniman disebut pameran heterogen.
. Posted by Unknown on 1. Karya seorang seniman yang paling bermutu biasa disebut ... . a. best seller b. the master c. master piece d. prima karya e. karya emas 2. Seni kri ya juga biasa disebut sebagai seni ... . a. ketermpilan b. kerajinan c. tradisional d. kontemporer e. murni 3. Karya yang menarik, antik, mempunyai keistimewaan dari yang lain yang sebelumnya belum pernah ada merupakan salah satu cirikhas karya yang baik yaitu ... . a. unik b. universal c. ekspresif d. survival e. idividual 4. Seni kriya juga biasa disebut sebagai seni ... . a. ketermpilan b. kerajinan c. tradisional d. kontemporer e. murni 5. Cabang seni yang diungkapkan dalam bentuk garis, warna, tekstur, bidang, gelap terang, dan titik adalah … . a. seni musik b. seni tari c. seni teater d. seni rupa e. seni modern 0 Comments
Sudahkah Anda mendengar tentang perhelatan seni Art Jakarta 2018 yang akan digelar sesaat lagi? Di tanggal 2 hingga 5 Agustus mendatang, grand ballroom The Ritz-Carlton Jakarta, Pacific Place akan dipenuhi ribuan karya seni berupa lukisan, instalasi, dan patung dari seluruh penjuru dunia. Tentunya jika Anda mencari hal yang berbeda di ibu kota pada bulan Agustus, gelaran ini tak boleh dilewatkan! Selain ribuan karya seniman lokal dan internasional tersebut, masih ada banyak alasan mengapa Anda harus mengunjungi Art Jakarta 2018. Karena kali ini merupakan tahun ke-10 penyelenggaraannya, sudah dapat dipastikan akan lebih banyak kejutan yang disajikan dalam pameran. Seperti 10 instalasi seni bertajuk 10 for 10 yang dikerjakan oleh 10 seniman ternama Tanah Air untuk menghargai konsistensi Art Jakarta dalam memperkenalkan seni dunia ke tengah masyarakat Indonesia. Penasaran karya siapa saja yang akan dipamerkan? Simak penelusuran Bazaar berikut! 1. Eddy Susanto Karya The Irony of Ruralism Sembilan panel kanvas dan pagar baja, menggunakan medium acrylic dan drawing pen. Pelukis asal Yogyakarta ini mengobservasi jika dalam 10 tahun terakhir, banyak penduduk yang membeli tanah dan properti di daerah pedesaan hanya demi investasi. Kadang, rumah tersebut tidak ditempati atau penghuninya membawa budaya perkotaan yang mengurangi interaksi antar penduduk. Tingkat keramahan penduduk pedesaan yang selama ini terkenal luas telah jauh berkurang, membuat arti tinggal di daerah pedesaan menjadi hilang karena tak ada lagi kata gotong royong. The Irony of Ruralism 2. Yani Mariani Karya A Wind Streak Angin Raya, Full Moon Croon Senandung Purnama, The Wind Melodies for the Stone Nyanyi Angin Kepada Batu, Kidung Hening Taru Raya Patung berbahan polyresin, copper plate, brass plate, dan stone powder. Sejak muda, Yani Mariani memiliki kecintaan terhadap seni patung, khususnya menggunakan batu. Menurutnya, setiap batu merepresentasikan artinya sendiri, unik dan tak akan pernah sama. Ia menggunakan keindahan ini untuk menggambarkan kekuasaan sang pencipta lewat bentuk magis pohon, angin, dan bulan. Membuat karyanya sebagai bentuk berserah diri pada yang Maha Kuasa. Nyanyi Angin Kepada Batu Senandung Purnama Kidung Hening Taru Raya 3. Uji 'Hahan' Handoko Karya Standing Up in the Market Barrels Patung berbahan polyester resin dengan teknik auto paint. Namanya sudah sering terdengar di dunia seni kontemporer karena keunikan menyatukan realisme antara high art dan low art. Meski sering kali Hahan mengambil referensi jenaka dari kejadian yang terjadi dalam dunia modern seperti musik dan film, kali ini ia menyampaikan kritiknya pada lingkungan pasar seni rupa yang berisi institusi termasuk galeri, balai lelang, dan kurator yang memberi label harga pada pelaku seni. Standing Up in the Market Barrels 4. Heri Dono Karya Moon Racer Patung dari media campuran dan fiberglass. Siapa yang tak mengenal namanya, perupa ini bahkan telah mengharumkan nama Indonesia di ajang bergengsi Venice Biennale. Di Art Jakarta 2018, Heri akan memamerkan salah satu karyanya yang paling ikonis. Menceritakan tentang masa Perang Dunia ke-2 saat Jepang mendonasikan bemo sebagai salah satu transportasi publik di Indonesia. Hal ini membuat negara kita tak terbiasa memproduksi teknologi sendiri, melainkan mendaur ulang teknologi luar. Moon Racer 5. Kemal Ezedine Karya Square Circle Series Kanvas dengan media campuran. Setelah memutuskan untuk tinggal dan bekerja di Bali, karyanya kini banyak terpengaruh budaya Pulau Dewata. Ia juga merupakan salah satu pendiri Neo Pitamaha, sebuah grup yang berekspresi melalui lukisan dan gambar-gambar dengan infusi budaya Bali. Untuk Art Jakarta 2018, Kemal mengetengahkan isu larangan menggambar sosok makhluk hidup dalam seni Islam. Ia mencoba memunculkan jembatan antara abstraksi dan sejarah. Untitled Untitled Untitled 6. Agus Suwage Karya Untitled Ia telah berpartisipasi dalam lebih dari 150 pameran di seluruh dunia. Karyanya sering kali bernuansa sindiran pada pandangan tertentu dalam budaya, agama, maupun arena politik. Seperti kali ini, Agus menyampaikan ketertarikannya pada lingkaran kehidupan dan kematian. Sebagai seorang mualaf, pandangan Agus yang memiliki unsur multi-kultural tentu akan membuat Anda penasaran. Untitled 7. Theresia Sitompul Karya Give Thanks Linocut print pada kain. Tere adalah salah satu seniman Tanah Air yang memilih proses printmaking sebagai identitasnya. Menurutnya, dunia printmaking ialah suatu proses kejujuran, ia menggunakan ingatannya sebagai inspirasi dalam berkarya. Untuk 10 for 10, Tere menyampaikan karya yang bermaksud doa dan rasa terima kasih tak terhingga, seperti panjang kain yang digunakannya. 8. Cinanti Astria Johansjah Karya Sang Liyan & Sang Liyan Pernis otomotif pada celengan berbahan tanah liat. Ada ketentraman yang dirasakan Keni setiap kali membuat karya. Mengingatkan pada pengalamannya saat melihat salah satu lukisan Affandi di sebuah museum. Ia sering kali menggunakan karakter wanita atau makhluk hidup lainnya sebagai medium berkarya. Seperti untuk Art Jakarta 2018, Anda akan menyaksikkan bagaimana warna-warna kontras dipadukan di atas tanah liat yang sebelumnya terkesan membosankan. Sang Liyan & Sang Liyan Sang Liyan & Sang Liyan 9. J. Aryadhitya Pramuhendra Karya St. John Karya berbentuk neon box. Anda mungkin mengenal karyanya dari figur-figur kotak hitam-putih bergambarkan domba. Lukisannya menggunakan arang, kemudian dari sisi belakang disorot menggunakan lampu hingga menjadi sebuah neon box. Masih menggunakan karakter domba yang dianggap simbol suci dalam agama Katolik, dalam 10 for 10 akan ada seri baru karyanya yang menggambarkan perjalanan spiritual. St. John 10. Syagini Ratna Wulan Karya 389-696-104-554 Plat stainless steel dengan lacquer paint dan resin. Dalam pameran solo sebelumnya, Syagini membahas isu persepsi dan kesadaran. Ia yang juga merupakan seorang desainer furnitur dan interior kemudian melanjutkan visinya dalam lukisan yang dipamerkan di Art Jakarta 2018. Kali ini mengenai responnya akan chromophobia-ketakutan akan penggunaan warna-yang mungkin datang karena keengganan perupa untuk kembali ke abstraksi formal. Ia mengartikan warna sebagai misteri yang menarik dan tak memiliki nama. 389-696-104-554 Bagaimana? Apakah Anda semakin penasaran? Kapan lagi menyaksikkan 10 seniman ternama di atas sekaligus dalam satu perhelatan akbar? Jadi jangan lupa menghadiri Art Jakarta 2018 mulai hari Jumat besok! Anda bisa mulai membeli tiketnya di sini. Sampai jumpa di pameran! UPDATE ART JAKARTA 2022 1. Nyoman Nuarta Linda Gallery Karya Poco Loco Nyoman Nuarta, adalah seniman kelahiran Tabanan pada November 1951 silam. Dalam beberapa tahun terakhir, namanya terkenal karena menciptakan banyak karya dan membangun sejumlah patung monumental yang dapat ditemui di kota-kota di Indonesia. Poco Loco atau yang juga disebut The Train of Wishes dibuat dalam formasi menaik lantaran sang seniman melalui karya tersebut berusaha mengirimkan pesan bagi para penikmat karya untuk bergerak maju dalam kehidupan. 2. Ashley Bickerton Gajah Gallery Karya Double Helix Hammerhead, 2022 Seniman yang berasal dari Amerika Serikat, Ashley Bickerton menampilkan dua patung perunggu berjudul “Double Helix Hammerhead”. Gajah Gallery sendiri memiliki ruang fisik di Singapura dan Indonesia. 'Double Helix Hammerhead' 2022 menjadi karya seni yang mengeksplorasi perspektif baru tentang motif hiu. 3. Heri Dono Srisasanti Gallery Karya Political Clown Seniman kontemporer yakni Heri Dono, turut serta dalam pameran pameran seni rupa bertajuk Art Jakarta 2022. Ia membawa karya instalasi yang judulnya Political Clown yang dibuat pada tahun 1999. Melalui karya Political Clown ini, Heri ingin menggambarkan bahwa para politisi di era sebelum reformasi seperti badut-badut yang tidak memiliki opini karena semua sudah didikte oleh kekuasaan yang ada sebelum era reformasi. 4. Jompet Kuswidananto ISA Art Gallery Karya Long Shadow 1 Perupa asal Yogyakarta, Jompet Kuswidananto, menampilkan dua karya seni instalasi di area luar tenda A yang dipresentasikan oleh ISA Art and Design. Dua karyanya tersebut berbentuk seperti rumah dari perkampungan kumuh yang terbuat dari seng. Atap maupun dinding rumah sama-sama terbuat dari seng. Di dalam rumah yang berjudul Love is a Many Splendored Thing 2 2021, ada sebuah piano rusak yang tuts hingga organ piano lainnya berantakan. Di atasnya ada candelier yang dibuat sengaja jatuh di atas piano. 5. Sang Soo Lee Gallery YEH Karya Flamingo Menilik makna karya seni dari burung flamingo yang terlihat seperti bentuk spiral, Sang Soo-Lee rupanya ingin menciptakan persepsi gambaran 2 dimensi ke dalam bentuk 3 dimensi melalui 3 ekor Flamingo yang sedang mengembara’ secara damai melalui gerakan-gerakan yang dibentuk dari sebuah garis minimalis. 6. Handiwirman Saputra Nadi Gallery Karya Tak Berakar Tak Berpucuk No. 8 / No Roots No Shoots No. 8 2019 Handiwirman Saputra menjelaskan bahwa karya ini menggambarkan bentuk toleransi’ antara benda-benda saat banjir melanda studionya di Yogyakarta, mengekspresikan ide bahwa benda mati maupun benda hidup tidak dapat tercipta dengan sendirinya, kemudian seluruh benda itu saling terhubung dalam ikatan reaksi dan kemungkinan- kemungkinan yang rumit. 7. Tempa Rachel Gallery Karya Autentik Domestik Bentuk karyanya sendiri menjuntai seperti tirai sepanjang lima meter. Karya ini dibuat di awal tahun ini untuk proyek bersama seniman-seniman Jogja lainnya. Tema besarnya adalah merespons catatan sejarah tentang Serangan Umum 1 Maret 1949 di Jogja, yang melatarbelakangi Agresi Militer Belanda II sekitar akhir tahun 1948. Material yang dipakai pada karya ini meliputi kanvas, dan patchwork kain serbet, yang mana dari zaman dulu sampai sekarang warnanya tetap sama itu, yaitu merah kotak-kotak. 8. Mulyana Art Porters Gallery Karya Coral Luna Salah satunya karya ikonis Art Jakarta hadir dari Mulyana. Seniman asal Bandung yang kini menetap di Yogyakarta, Karyanya berupa panorama coral bawah laut yang dibuat dengan teknik rajutan. Uniknya, pada seri coral kali ini, Mulyana juga memakai material plastik putih sebagai benang’ untuk merajut karyanya. 9. Nindityo Adipurnomo D Gallerie Karya Gender Artefact 2nd Adalah proyek seni berdasarkan ide 'Gender Artefact'. Pada tahun 2016 Nindityo menyadari bahwa kita semua, perlahan tapi pasti sedang memasuki peradaban non-gender. Karya seni dalam seri ini terdiri dari empat objek berskala besar yang belum teridentifikasi penggunaannya, tetapi dapat dikenali dengan jelas sebagai objek yang menunjukkan 'identitas gender' mereka. Karya ini mengajak penikmatnya untuk secara sukarela membuang benda sehari-hari yang dianggap masih memiliki ciri gender yang erat. Buang mereka atau simpan di dalam saat Anda melihatnya. 10. Dedy Sufriadi Artemis Art Karya Membangun Literasi Indonesia Baru / Building A New Indonesian Literacy Dedy adalah seorang seniman yang sangat senang membaca. Ia menggunakan buku-buku sebagai sumber inspirasi dalam beberapa waktu guna mengangkat isu-isu literasi yang sangat mendesak di dalam negeri. Sang seniman membangun karya instalasi berjudul Membangun Literasi Indonesia Baru guna menyampaikan ide-ide mengenai hubungan antara pembangunan bangsa dan literasi. Foto Courtesy of Art Jakarta 2018, Art Jakarta 2022
- Sepanjang 2020, Indonesia kehilangan banyak tokoh seniman nasional yang namanya sudah melegenda. Di antara mereka ada Didi Kempot, Sapardi Djoko Damono, Ki Seno Nugroho, dan sejumlah nama 6 seniman yang berpulang pada 2020 1. Didi Kempot Dok. Dokumentasi PKN 2019, Ditjen Kebudayaan Kemendikbud Didi Kepot tampil di acara Kemendikbud yaitu Pekan Kebudayaan Nasional, Oktober 2019. Penyanyi campursari, Didi Kempot, meninggal dunia di Solo, Jawa Tengah, Selasa 5/5/2020 pukul WIB. Didi Kempot diketahui meninggal dunia pada usia 53 tahun. Kepergian Didi Kempot sangat mengejutkan. Dionisius Prasetyo atau yang lebih dikenal dengan nama panggung Didi Kempot merupakan penyanyi campursari asal Solo, Jawa Tengah. Baca juga 10 Ilmuwan dan Pengusaha Kesehatan yang Jadi Miliarder 2020, Siapa Saja Mereka?Ia sebelumnya kerap dijuluki para penggemarnya dengan nama Bapak Loro Ati Nasional, Bapak Patah Hati Indonesia, Lord Didi, dan yang terbaru disebut-sebut sebagai Godfather of Brokenheart. Didi Kempot adalah anak dari pelawak terkenal, mendiang Ranto Edi Gude atau lebih dikenal dengan nama Mbah Ranto. Ia juga adik dari salah satu pelawak senior Srimulat, mendiang Mamik Pondang. Siapa sangka, di balik ketenarannya saat ini, pelantun lagu "Stasiun Balapan" yang dirilis pada 1999 itu dulunya adalah seorang pengamen. Baca juga Profil Didi Kempot, dari Musisi Jalanan hingga Jadi Legenda... 2. Glenn Fredly PURNOMO Penyanyi Glenn Fredly tampil dalam konser Harmonia Titik Balik yang digelar di Balai Sarbini, Plaza Semanggi, Jakarta Pusat, Kamis 14/2/2019. Penyanyi Glenn Fredly meninggal pada Rabu 8/4/2020 pukul WIB dalam usia 44 tahun. Pria yang mempunyai nama lengkap Glenn Fredly Deviano Latuihamallo itu mengembuskan napas terakhirnya di RS Setia Mitra, Cilandak, Jakarta Selatan, akibat meningitis atau radang selaput otak. Dalam pernyataan resmi keluarga, Glenn sempat mengeluhkan penyakitnya beberapa waktu lalu, namun tetap beraktivitas seperti biasa. Baca juga Mengenal Jenis Meningitis, Bahaya hingga Cara Perawatannya
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. SEORANG yang bergelut di bidang seni, selalu mampu menjadi magnet bagi orang lain. Selain kemampuannya, seorang yang biasa disebut seniman ini seolah dapat membius banyak orang melalui pemikiran, kreatifitas, hasil karya, suaranya atau bahkan kehidupannya sekalipun. Seniman juga dapat merubah dunia, melalui semua yang pendapat tersebut tak akan pernah bisa kuat tanpa adanya faktor pendukung lain. Tapi yakinlah bahwa mayoritas orang akan berpendapat sama. “Seniman bukan pekerjaan, pun dengan sekedar profesi”. Lebih tepatnya adalah cara untuk berekspresi, menuangkan buah pikiran yang menumpuk di otak. Menjadi seniman, tak lantas berdasar untuk selalu mencari uang. Melainkan kepuasan. Ya, kepuasan batin, yang tak ternilai oleh apapun. Uang, akan mengalir seiring dengan kepuasan orang lain yang menikmati, menonton, mendengarkan, merasakan hingga tak pernah mau jauh dari dunianya. Ia tak pernah gemar untuk berhenti berkarya. Ia selalu ingin membuat orang lain merasa bahwa mereka semua berada di lingkungan seni, juga merasakannya bersama. Seniman juga selalu berkata bahwa dunia adalah seni. Seni yang akhirnya dapat membuat dunia menjadi indah, tak jauh dari apa yang sedang ada didalam fikiran sang seorang seniman tak jauh berbeda dengan orang gila. Itu karena pemikirannya tak selogis orang waras dibanyak masyarakat. Tapi berkat pemikirannya itu, seniman dapat menciptakan hal-hal gila yang tak terfikirkan oleh banyak orang tersebut. Juga terkadang, maaf, seperti “gelandangan” dan “pemulung”. Karena ia sering terlihat tak “terurus”, dengan mempertahankan apa yang dikenakannya saat itu. Terkadang ia tak makan, memikirkan karyanya yang hendak usai, sehingga tak satupun yang boleh mengganjalnya. Terkadang ia juga “memunguti” barang atau sesuatu yang tak lagi berguna bagi banyak orang, hanya untuk memberi tahu bahwa tak ada yang tak bermanfaat dan bisa dimanfaatkan di dunia ini, melalui akal yang “seniman itu bukan pekerjaan”. Seniman ingin memberitahu bahwa ada dunia lain yang berada di alam bawah sadar manusia, yang selama ini tak banyak diketahui dan dipergunakan manusia. Tapi mayoritas di antara seniman mengetahui dan memanfaatkannya.“Seniman juga bukan sekedar profesi”. Ia hanya ingin suaranya, karyanya, kreatifitasnya, kemampuannya dan seluruh apa yang diinginkannya, bisa dihargai orang lain. Tak lebih dari itu. Sisanya, mereka ingin dimengerti bahwa seniman juga seorang manusia, yang juga butuh bukan “pengemis”, yang hanya berharap belas kasih orang lain. Memunguti rupiah dengan menundukkan kepala tanpa rasa malu. Seniman juga tak berkenan mendapat iba dari orang lain, karena yang dibutuhkan tak lebih dari sebuah menghargai dan menelaah, akan seperti apa hidup tanpa adanya seniman sebagai perantara Tuhan untuk menciptakan instrumen musik? Juga tari-tarian, goresan lukisan, sepucuk puisi indah dan lain sebagainya. Hanya saja, pernahkan masyarakat menelaahnya? Pandangan masyarakat terhadap seniman, tak ubahnya seperti angin lalu. Mereka sekedar menonton dan mendengar, setelah itu mereka pulang kerumah dan lambat laun akan terlupa. Atau mereka hanya sebatas ingin ikut andil sementara sebagai penikmat seni, setelahnya menghilang tiada anda seperti apa hidup seorang seniman? Untuk satu karyanya, terkadang ia membutuhkan banyak makanan, untuk mengganjal perut mereka selama berhari-hari. Untuk satu kemampuannya, terkadang mereka juga membutuhkan waktu sama seperti saat bayi hingga merujuk berdiri sendiri, berjalan dan berlari. Untuk satu penampilannya, ia juga selalu butuh separuh dari kehidupannya dengan mempertaruhkan fikiran dan daya tahan tubuhnya.“Waktu”. Ya, itulah hidup seorang seniman. Itu pula inti dari semua yang dibutuhkan seorang seniman. Namun waktu pula yang tak pernah bisa dimiliki seniman. Waktu selalu berlari meninggalkan seniman begitu apa yang menjadi akhir dari perjalanan seorang seniman? Jawabannya masih sama. “Waktu”. Massa bagi seorang seniman akan habis kala fikirannya penuh dengan jutaan imajinasi, yang tak akan sempat lagi ia laksanakan. Kala jari-jarinya tak lagi mampu menulis sajak-sajak indah. Kala suaranya mulai sumbang tak terdengar. Juga kakinya tak mampu untuk menopang kurus tubuhnya. Kala itu pula, massa seorang seniman terbilang tidak untuk hatinya. Ia masih mampu merasa apa yang tengah terjadi di sekelilingnya. Ia masih mampu mendengar apa itu keindahan. Dan terakhir, dirinya akan terus merasa bahagia walau dalam kenyataannya, akhir massa seorang seniman selalu terpinggirkan juga terlupakan. Kebahagiaan seorang seniman muncul, kala apa yang tengah dilakukannya, dapat membuat orang lain bahagia, “persetan” dengan dirinya sendiri. Ia akan terus memakai topeng kebahagiaannya, dan akan terus berusaha menciptakan itu, sampai waktu tak lagi mengijinkan seniman untuk tetap seperti apakah seniman menurut anda? Isilah jawaban sesuai dengan apa yang anda mau tentangnya, apa yang anda pikirkan tentang dirinya, dan apa yang menurut anda semua layak untuknya. Jelasnya, Seniman itu manusia..... *** Lihat Pendidikan Selengkapnya
karya seorang seniman yang paling bermutu biasa disebut